Cerita asal usul reog ponorogo yang sebenarnya.kesenian reog ini merupakan
sindiran atau satire sekaligus mempunyai makna simbolis yang timbul pada masa. Raja Bre Kertabumi yaitu raja dari kerajaan Majapahit. Hal ini berawal dari menyingkirnya penasehat kerajaan yangbernama Ki Ageng Ketut
Suryo Alam dari Istana Kerajaan Majapahit.Ki Ageng Ketut Suryo Alam menganggap
Prabu Bre Kertabumi telah menyimpang dari tatanan moral kerajaan. Penyimpangan moral inilah yang dinilai awal dari kehancuran Majapahit, dimana kebijakan politik Majapahit waktu itu banyak dipengaruhi oleh permaisuri sehingga banyak kebijakan, peraturan Raja yang tidak benar.
Ki Ageng Ketut Suryo Alam menyingkir ke suatu daerah di selatan, yang bernama Kutu. Suatu desa kecil yang masuk wilayah Wengker/ponorogo
sekarang.Kemudian Ki Ageng Ketut Suryo Alam mendirikan sebuah padepokan yang
mengajarkan sikap seorang prajurit dan kesatria yang gagah dan perkasa.Seorang
prajurit harus taat kepada kerajaan dan sakti.Untuk menempuh tujuan tersebut Ki Ageng Ketut Suryo Alam atau lebih dikenal sebagai Ki AgengKutu atau Ki Demang Kutu melarang muridnya berhubungan dengan wanita lain selain istrinya sendiri.
Menurut kepercayaanya,barang siapa
melanggar ajaran tersebut,kekuatan atau kesaktinnya akan berkurang,bahkan hilang sama sekali.Untuk itulah muridnya harus tinggal di padepokannya. Kepemimpinan dan padepokan Ki Ageng Kutu cepat menyebar dan popular ke beberapa daerah lainnya. Di dalam padepokan tersebut,Ki Ageng Kutu merenung dan berfikir, bagaimana strategi untuk melawan Majapahit yang dianggapnya meyimpang. Dalam perenungannya muncul pendapat bahwa peperangan bukanlah cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah, sehingga diciptakanlah sebuah perlawanan secara psikologis dengan membuat kritikan lewat media kesenian. Sebuah drama tari yang menggambarkan keadaan kerajaan Majapahit, dan oleh Ki Ageng Kutu disebut REOG.
Ki Ageng Kutu sebagai tokoh warok yang dikelilingi oleh para murid – muridnya menggambarkan fungsi dan peranan sesepuh masih tetap diperlukan dan harus diperhatikan.Pelaku dalam Drama tari tersebut adalah Singo Barong yang mengenakan bulu merak di atas kepalanya menunjukkan kecongkakan atau kesombongan sang Raja, yang selalu diganggu kecantikan permaisurinya dalam menentukan kebijakan kerajaan.Penari kuda atau Jathilan yang diperankan oleh seorang laki-laki yang lemah gemulai dan berdandan seperti wanita menggambarkan hilangnya sifat keprajuritan kerajaan Majapahit.
Tarian penunggang kuda yang aneh menggambarkan ketidakjelasan peranan prajurit kerajaan, ketidak disiplinan prajurit terhadap rajanya, namun raja berusaha mengembalikan kewibawaannya kepada rakyat yang digambarkan dengan
penari kuda (Jathilan) berputar – putarnya mengelilingi Sang Raja. Seorang pujangga kerajaan digambarkan oleh Bujang Ganong yang memili wajah berwarna merah,mata melotot dan berhidung panjang
menggambarkan orang bijaksana,bernalar panjang tetapi tidak digubris oleh Raja sehingga harus menyingkir dari kerajaan.
Setelah Ki Ageng Kutu meninggal,kesenian ini
diteruskan oleh Ki Ageng Mirah pada masa Bathoro Katong (Bupati pertama Ponorogo)hingga sekarang.Oleh Ki Ageng Mirah cerita yang berlata belakang
sindiran tersebut digantikan dengan cerita Panji. Kemudian dimasukkan tokoh –
tokoh panji seperti Prabu Kelana Sewandana,Dewi Songgolangit yang menggambarkan peperangan antara kerajaan Kediri dan Bantar Angin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar